Minggu, 17 Januari 2010

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

A. Farmakokinetik

Þ Suatu aspek farmakologi yang mencakup apa yang dialami obat di dalam tubuh.

Fase farmakokinetik terdiri dari fase invasi dan fase eliminasi.

1. Fase invasi : proses – proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme. Meliputi proses absorbsi dan distribusi

2. Fase eliminasi : Proses – proses yang menyebabkan penurunan kosentrasi obat dalam organisme. Meliputi proses biotransformasi atau metabolisme dan eksresi.

a. Absorpsi

Þ Suatu proses dimana terjadinya perpindahan atau penyerapan obat ke dalam darah, meliputi transformasinya dari bentuk saat diberikan menjadi bentuk yang dapat digunakan secara biologis.

Tempat absorpsi utama cara pemberian obat melalui obat yaitu usus halus, karena memilik permukaan absorpsi yang sangat luas.

Pada pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorbsi dengan sangat cepat. Karena darah dari mulut langsung ke vena cava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat tersebut tidak mengalami metabolism lintas pertama oleh hati.

Pada pemberian obat melalui rectal, hanya 50% darah dari rectum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas utama oleh hati juga 50%. Namun absorpsi obat melalui mukosa rectum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat yang menyebabkan iritasi pada mukosa rectum.

Mekanisme absorpsi

v Difusi Pasif

Perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dengan cara difusi melalui membrane sel tanpa energy, baik konsentrasi obat maupun kelarutannya dalam lemak. Sebagai barier absorpsi adalah membrane sel epitel saluran cerna.

v Transport Aktif

Perpindahan molekul terionisasi yang menggunakan energy sel.

v Filtrasi

Perpindahan molekul karena adanya tekanan melalui pori-pori sel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi antara lain :

þ Luas permukaan

þ Aliran darah

þ Nyeri dan stress

þ Bentuk Obat

· Rapid rate (detik – menit) : sublingual, inhalasi

· Intermediate rate (1 – 2 jam) : oral, intramuscular, subkutan

· Slow rate (jam – hari) : rektal

þ Interaksi obat

þ Efek lintas pertama (beberapa obat mengalami metabolism di hati/ vena portal sebelum masuk ke sistem sirkulasi)

þ Kelarutan obat

þ Bicavaibility

Þ Persentasi dosis obat yang mencapai sistem sirkulasi

þ Daur enterohepatik

b. Distribusi

Þ Proses sehingga obat berada pada cairan tubuh dan jaringan tubuh.

Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah. Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh.

Obat bebas akan keluar ke jaringan dengan cara yang sama dengan cara masuknya, kemudian ke tempat kerja obat yaitu ke jaringan tempat depotnya, ke hati dimana obat akan di metabolism menjadi metabolit yang akan dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke dalam darah, dan ke ginjal dimana obat atau metabolitnya diekskresikan ke dalam urine.

Di dalam jaringan, obat yang larut di dalam air akan tetap berada di luar sel (di cairan interstisial), sedangkan obat yang larut dalam lemak akan berdifusi melintasi membrane sel dan masuk ke dalam sel, tetapi karena pH di dalam sel (pH = 7) dan diluar sel (pH = 7,4) berbeda, maka obat-obat asam akan lebih banyak di dalam sel.

c. Metabolisme

Þ Proses kimia yang mengubah bentuk aslinya menjadi bentuk yang larut menjadi air (metabolit) sehingga dapat diekskresikan.

Metabolism obat terutama terjadi di hati, yaitu di membrane Retikulum Endoplasma (mikrosom) dan di Sitosol. Tempat metabolism yang lain (extrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, dan juga pada lumen kolon (oleh flora usus).

Tujuan metabolism obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik.

Reaksi Metabolisme ada dua reaksi fase :

Fase I : Oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif, atau kurang aktif.

Fase II : merupakan fase konyugasi dengan substrat endogen : asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino, dan hasilnya menjadi sangat polar, yang akan menjadi hampir selau tidak aktif.

Obat dapat mengalami reaksi fase I saja atau reaksi fase II saja, atau reaksi fase I diikuti dengan reaksi fase II. Pada reaksi fase I, obat dibubuhi gugus polar seperti gugus hidroksil, gugus amino, karboksil, sulfidril, untuk dapat bereaksi dengan substrat endogen pada reaksi fase II. Karena itu obat yang sudah mempunyai gugus-gugus tersebut dapat langsung bereaksi dengan substrat endogen (reaksi fase II). Hasil reaksi fase I dapat juga sudah cukup polar untuk langsung diekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui reaksi fase II terlebih dahulu.

d. Ekskresi

Þ Proses membuang metabolit obat dari tubuh.

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metaboliknya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau dalam bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal

Ekskresi melalui ginjal ada 3 proses, yaitu :

a. Filtrasi glomerolus

Menghasilkan ultrafiltrate, yaitu plasma minus protein, jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah.

b. Sekresi aktif di Tubulus proksimal

Dari dalam darah lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membrane P-glikoprotein dan MRP (Multidrug Resistance Protein) yang terdapat di membrane sel epitel dengan selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic dan konyugat (misal : penisilin, probenesid, glukoronat, sulfat dan konyugat glutation). P-glikoprotein untuk kation organic dan zat netral (misa : kuinidin dan digoksin).

c. Reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus

Terjadi sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut lemak. Karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat basa.

Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Berbeda dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin.

Ekskresi obat yang juga penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Transporter membrane P-glikoprotein dan MRP terdapat di membrane kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit ke dalam empedu dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic dan konyugat (glukuronat dan konyugat lainnya), dan P-glikoprotein untuk kation organic, steroid, kolessterol, dan garam empedu. P-glikoprotein dan MRP juga terdapat di membrane sel usus, sehingga sekresi langsung obat dan metabolit dari darah ke lumen usus juga terjadi. Obat dan metabolit yang larut lemak dapat direabsorbsi kembali ke dalam tubuh melalui lumen usus.

Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata secara kuantitaif tidak penting. Ekskresi tergantung pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak melalui sel epitel kelenjar, dan pada pH. Ekskresi melalui ASI walaupun sedikit, namun dapat mempengaruhi atau dapat menimbulkan efek samping bagi bayi yang masih menyusu pada ibunya.

B. Farmakodinamik

Interaksi obat dan reseptor :

1. Agonis

à obat yang memiliki afinitas dan aktivitas intrinsik

à obat yang jika menduduki reseptornya mampu secara intrinsik menimbulkan efek farmakologi.

Agonis terbagi 2 :

ü Agonis parcial

Agonis yang lemah, artinya agonis yang mempunyai aktivitas intrinsik atau efektivitas yang rendah sehingga menmbulkan efek maksimal rendah

ü Agonis sempurna

Agonis yang menimbulkan efek yang lebih besar daripada agonis parcial

2. Antagonis

à senyawa yang menurunkan atau mencegah sama sekali efek agonis

Terdiri dari :

ü Antagonis kompetitif

Senyawa ini memiliki afinitas terhadap receptor, akan tetapi senyawa ini tidak mampu menimbulkan efek ( aktivitas intrinsik )

ü Antagonis tak kompetitif

Mampu melemahkan kerja agonis dengan cara yang berbeda. Contohnya statu obat tidak mencapai reseptor yang sebenarnya, tapi bekerja pada tempat lain pada protein receptor yaitu alosterik.

ü Antagonis fungsional

Bekerja sebagai agonis yang menurunkan verja statu agonis kedua yang bekerja pada sistem sel yang sama tapi berikatan dengan receptor yang berbeda.

ü Antagonis kimia

Senyawa yang bereaksi secara kimia dengan zat berkhasiat dan menginaktivasinya, tidak bergantung pada receptor.

0 komentar:

Posting Komentar